Salam sahabat kismis.. ^_^
Lama tak berjumpa karna aku baru saja sembuh dari penyakit typusku.. Beberapa minggu menghilang tentu tidak apa-apa bukan.
Mungkin ini adalah kali terakhir aku menulis cerita untuk kalian. Karna aku sedang sibuk mempersiapkan diri untuk keberangkatan umroh serta berkeliling ke beberapa negara seperti yordania, palestina, dll serta kesibukan yg begitu banyak. Semoga saja waktu masih menyisakan kesempatan kepadaku untuk menulis cerita bagi kalian.
Karna disini lah tempatku berbagi, tempat dimana aku tak perlu merasa malu dan rendah diri karna kalian menerima diriku apa adanya.
Sahabat kismis,
Untuk yang terakhir… dengarkanlah kisah dari sepenggal hidupku…
2002
Beberapa hari menjelang Ujian Akhir Sekolah (SLTP) ayah, bunda dan adik laki-lakiku “Haya” (bukan nama sebenarnya) datang berkunjung untuk menyemangatiku melewati Ujian. Kali itu adalah saat pertama aku melihat adikku yg kini telah berumur 7 tahun. Dia lahir di Lampung sehingga aku sendiri tak pernah melihat pertumbuhannya karna aku sejak kelas 4 sd sudah dipindahkan ke kota Magelang, tepatnya di sebuah dusun bernama Salakan. Tapi walaupun aku tak pernah melihatnya, ia tumbuh menjadi anak yg ceria dan begitu mudah dekat denganku. Kadang kami berbagi tempat tidur di malam hari. Sungguh terasa sangat menyenangkan, untukku yg sangat jarang bisa bertemu dan berinteraksi dengan keluargaku sendiri.Tapi ternyata kebersamaan itu tak berlangsung lama seperti apa yg aku harapkan. 1 hari menjelang hari UAS adalah hari dimana aku kehilangan salah satu orang yg paling aku sayangi di dunia ini. Seseorang yg tak akan pernah diciptakan Tuhan untuk kedua kalinya. Karna ia hanya ada satu di dunia dan diciptakan untuk menjadi adik kecilku.
Pukul 3 pagi aku yg tengah tertidur pulas dikejutkan dengan suara teriakan bundaku. Masih setengah sadar aku mendengar bunda memangil nama nenek, namaku, dan nama adikku.Aku berharap itu hanya mimpi. Tapi suara itu terdengar berulang-ulang dengan nyaring dan menyedihkan. Suara yg memaksaku bangun dari tempat tidur dan berlari secepat kilat ke kamar bunda. Seakan langit runtuh seketika ketika aku menyaksikan bunda memeluk tubuh adikku yg kini tengah terbujur kaku di tempat tidur. Aku hendak berteriak tetapi tenggorokan ini terasa sakit dan dijejali beban berat, membuatku tak dapat berkata hanya berdiri mematung di tepi tempat tidur itu dan berharap ini semua hanya mimpi.
Tak lama nenek pun datang ke kamar, keadaannya pun sama seperti diriku ketika melihat pemandangan yg sangat menyedihkan di depan mata. Tapi nenek masih mampu berkata dan bertanya kepada bunda.
“Ada apa nduk? Ada apa” tanya nenek penuh kekhawatiran.
“Gak papa Bu’… anakku cakep sekali kalo sedang tidur” jawab bundaku.
Mendengar jawaban itu airmataku jatuh berderaian. Aku berlari memeluk tubuh adikku, menumpahkan seluruh kesedihanku disana. Andai saja kematian dapat di tukar mungkin aku lebih memilih, aku lah yg terbaring disana. Karna dia adalah kesayangan orang tuaku dan aku tak ingin melihat mereka sedih melalui hari-hari tanpa dia. Adik yg baru ku temui beberapa hari itu telah mendahului kami berjumpa dengan Tuhan.
“Masih terlalu pagi dek…”, tangisku dalam hati.
Tak lama kemudian terdengar speaker di masjid dusunku yg memberitahukan kepergiannya sepagi itu. Ternyata ayahku pergi mengabari imam masjid kami.
Adik kecilku itu di kuburkan di sebuah pemakaman umum di sebelah dusun Glagah. Letakknya tak begitu jauh dari rumah nenek, sehingga setiap saat bila rindu kami bisa mengunjunginya.
Walau dalam suasana yg penuh duka dan hati yg selalu diliputi kesedihan akhirnya aku berhasil lulus dengan nilai yg cukup memuaskan. Semoga aku bisa membanggakan kedua orang tuaku.
***
November 2010
Cuti tahunan kali itu aku sempatkan mengunjungi rumah nenek di Magelang Jateng. Sebuah rumah dengan halaman luas yg terletak di ujung dusun Salakan, dusun yg diapit dua sungai besar dan salah satu sungainya bernama sungai Putih. Rumah itu adalah tempat dimana dulu aku melalui masa-masa sulitku. Tentu saja sudah bertahun-tahun rumah itu dalam keadaan kosong karena nenekku juga sudah berpulang ke pangkuan Tuhan. Sedangkan kakek sendiri meninggal saat aku duduk di bangku 6 SD. Jadilah rumah itu kosong bertahun tahun lamanya. Hanya dipercayakan kepada salah seorang kerabat jauh untuk mengurusnya.
Aku tiba di sana dengan susah payah. Ya.. dengan susah payah. Karna saat itu baru saja terjadi peristiwa meletusnya Gunung Merapi. Aku yg sudah jauh-jauh hari membeli tiket pesawat Balikpapan-Jogja pun harus menempuh jalur lain karena bandara Adi Sucipto ditutup. Aku terbang menuju Jakarta dan melanjutkan dengan jalur darat.
Rasa sesak memenuhi dadaku kala melihat rumah itu hampir runtuh karena dilanda hujan abu. Abu tebal memenuhi setiap inci lantai rumah tempat aku berpijak. Sebagian genteng jatuh berserakan bahkan dinding di sebelah dapur runtuh. Begitu dasyatnya kah kekuatan alam yg murka hingga rumah yg letaknya bermil-mil dari kaki Gunung Merapi masih juga tertimpa amarahnya. Sedih hati ini melihat rumah yg di penuhi kenangan itu kini tampak tua dan asing, seperti ia akan lenyap begitu saja ditelan bumi bila aku memejamkan mataku barang sedetik. Aku sempatkan juga mengunjungi makam adik, kakek dan nenekku di pemakaman umum dusun Glagah. Kakek dan nenek dimakamkan berdekatan, sedangkan makam adikku beberapa meter dari situ. Sempat ku ucapkan betapa aku sangat merindukan mereka sebelum aku pergi.
***
Kala itu… Aku pulang menjelang magrib karna pekerjaan kantor yg begitu banyak dan harus ku selesaikan. Seperti biasa setelah mandi, sholat dan makan aku akan langsung masuk ke dalam kamar. Ku coba sejenak untuk tidur dan menghilangkan rasa lelahku. Entahlah seperti baru beberapa menit mata ini terlelap aku mendengar suara nafas yg begitu berat.
Mimpi kah aku? Atau aku salah dengar? Apa suara itu suara nafasku sendiri?
Dengan perasaan takut dan ragu aku coba membuka mata pelan-pelan. Sungguh lagi-lagi aku merasa langit runtuh dan menimpaku seketika saat aku melihat sosok adik kecilku tengah berdiri di tepi tempat tidurku dengan kedua tangannya bersilang di dada. Adikku kah itu? Tentu saja bukan. Mungkin itu “qorin”nya. Tapi tetap saja mereka tak bisa kubedakan, dan aku selalu saja menganggapnya 1 orang sebagai adikku. Baju koko putihnya itu seperti basah. Wajahnya pun tampak basah, pucat dan kedinginan. Aku tersentak dan segera terduduk di atas tempat tidurku. Aku diam bermenit-menit lamanya, hanya saling memandang mataku dan matanya. Adikku seperti kedinginan dan gemetaran. Aku tak tau apa yg harus kuperbuat. Aku ingin membaca doa karna takut, tapi di lain sisi aku juga sangat merindukannya.
Perlahan aku melihat bibir itu bergerak, aku dengar ia berkata , “Kakak… Hujan di luar sana. Apa itu airmata?” suaranya memenuhi telinga, kepala dan hatiku.
Antara takut dan sedih airmata ini jatuh. Aku bingung dengan pertanyaannya itu dan tak tau apa maksudnya. Di tengah aku sedang sibuk berpikir mencari jawaban dan pertanda, sosok itu pun hilang. Meninggalkanku yg terduduk diam di atas tempat tidur sambil berpikir keras akan perkataannya tadi. Tapi aku tak juga kunjung menemukan arti dan jawabannya.
Aku bahkan sempat membuat status di jejaring sosial tentang pertanyaan itu. Dan segera mendapat banyak “like” dari teman-temanku. Tapi mereka juga tak bisa memberikan jawaban atas kata-kata itu.
Beberapa hari kubiarkan kata-kata itu selalu memenuhi ruang di kepalaku tanpa aku cari tahu apa artinya. Mungkin aku tak pandai membaca pertanda. Aku memang tak berbakat sama sekali.
Suatu malam ia kembali mendatangiku, kali ini entah dari mana mulanya. Aku hanya ingat sesaat setelah tertidur ia datang dan menarik sesuatu dari tubuhku lalu membawanya pergi ke suatu tempat dan meninggalkannya disana. Pasti kalian bingung seperti apakah itu. Aku sendiri tak dapat menjelaskan, aku hanya tau keadaan itu terjadi di antara sadar dan tidur. Sebagian orang menyebutnya astral projection, meraga sukma, near death experience, dll. Ahh.. Aku tak tahu itu apa, dan rasanya sangat membingungkan. Tapi dalam Islam hal itu memang ada “Seluruh jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya, melainkan dengan kekuatan.” (QS. Ar Rahman:33).
Ditinggalkan ditempat itu aku hanya bengong, dan tak tau harus melakukan apa. Hanya duduk terdiam di atas tanah. Hujan… Nyata kah ini? Atau hanya permainan waktu dan ilusi. Sepertinya ini hanya mimpi, batinku saat itu dalam hati. Tempat ini agak gelap dan berada di samping tebing sebuah sungai, karna aku melihat seperti ada jembatan kecil disana. Sayup-sayup aku mendengar suara bergemuruh di kejauhan. Aku bingung tapi mataku menangkap ada beberapa batu nisan di sana. Pemakaman umum. Ya.. Itulah yg terbersit dipikiranku. Pasti tempat ini adalah pemakaman. Tapi aku tak begitu jelas melihatnya, karna suasana agak gelap dan aku tak mengenakan kaca mata.
Tiba-tiba aku melihat sosok-sosok hadir disana. Sedang apa mereka?? Beberapa darinya tampak gelap dan mengerikan, tapi ada juga beberapa yg terang benderang. Aku masih tak percaya dengan apa yg ku lihat. Mimpi ini aneh sekali, pikirku. Tiba-tiba tiga dari mereka menghampiri diri ku. Aku ingin berlari secepat kilat menjauhi tempat aneh itu, tapi serasa ada yg menahanku untuk tetap disana. Dan saat mereka mendekat aku baru menyadari bahwa mereka adalah kakek, nenek dan adik kecilku “Haya”. Sebuah senyum menghiasi bibir mereka, tapi aku sendiri tak bisa membalas senyum itu. Aku justru takut dan menangis tersedu-sedu. Kenapa aku ada disini? Apa mereka datang dan menjemputku untuk segera mati? Atau pertanda apakah ini? Ya Tuhan apa yg tengah terjadi padaku.
Belum sempat aku membalas senyum mereka. Tiba-tiba entah dari mana datangnya aku melihat sesuatu seperti air sungai, tetapi sangat kotor penuh lumpur atau pasir aku tak tahu. Air itu datang dan menghantam tebing pemakaman. Aku berteriak sekeras-kerasnya. Mencari adik, kakek dan neneku yg tiba-tiba hilang dari pandanganku. Aku seperti orang gila berteriak-teriak dan menangis sambil menyebut nama mereka. Tak ada jawaban yg kudengar. Dalam kegelapan itu aku tak dapat melihat dengan jelas tanpa kacamataku. Aku berlari sambil menangis di antara makam-makam yg masih tersisa dan berusaha mencari. Sedangkan air dan pasir masih terus mengantam tebing. Aku merasa sesak, dingin dan kaku. Dalam keremangan malam kini aku pasti akan terlihat seperti hantu gentayangan yg berlari-lari di pemakaman. Entahlah apa ada yg bisa melihatku.
Bukankah aku dulu sering ke mari, tapi kenapa sekarang aku seperti orang buta di tengah malam? Berusaha mencari tapi tak kunjung dapat menemukan karna cemas dan panik. Kalau saja aku tidur dengan mengenakan kacamata, mungkin kacamata itu sekarang akan ada disini dan membantu penglihatanku. Di tengah keputus asaanku, aku kembali merasa di tarik dengan paksa dan disadarkan dari tidurku.
Aku terjaga dengan mata sembab dan badan yg gemetar karna kedinginan. Aku kembali mengingat-ingat peristiwa yg baru saja ku alami. Mimpi yg terasa begitu nyata.. Ku lihat jam dinding masih pukul 3 dini hari. Segera ku ambil wudhu untuk menunaikan sholat tahajud. Dan memohon petunjuk kepada Tuhan tentang kejadian yg aku alami. Semoga saja aku tau pertanda apa yg akan terjadi. Tapi lagi-lagi aku tak bisa menyimpulkan apa yg akan terjadi. Betapa bodohnya aku… ^_^
Desember 2010
Sore itu aku yg tengah berkunjung ke rumah tanteku di kejutkan dengan kabar tentang banjir lahar dingin yg melanda dusunku. Dari hape tante aku melihat foto-foto dusun Salakan yg diterjang banjir lahar dingin. Dalam foto itu tampak rumah nenek tempat aku dibesarkan dulu juga dibanjiri oleh air dan pasir. Aku menangis melihat pemandangan itu. November saat aku tinggalkan rumah itu masih berdiri walau di tutupi abu Merapi, tapi sekarang sudah seperti ini.
Tanteku berkata “Pemakaman yg di dusun Glagah itu juga diterjang banjir. Makam nenek, kakek hanyut dibawa banjir lahar dingin. Kalo makam adekmu tante gak tau”
Deg… jantungku serasa ditikam belati bertubi-tubi mendengar kata-kata tante.
Aku seperti tak percaya dengan apa yg baru saja kudengar. Bohong!! Gak Mungkin!!
Aku menangis tersedu-sedu…
Tak percaya dengan apa yg kudengar, aku segera pulang. Dan di kamar itu aku membrowsing internet untuk mencari berita tentang banjir lahar dingin Merapi. Dan yg aku dapatkan justru semakin membuat hati ini perih dan tak bisa menerima kenyataan.
Rabu, 08 December 2010 11:58
Hanyut Diterjang Lahar Dingin Merapi
MAGELANG-Puluhan jenazah di dua tempat pemakaman umum (TPU) di Dusun Glagah, Desa Sirahan, Kecamatan Salam dan Dusun Sudisari, Desa Adikarto, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, hilang diterjang banjir lahar dingin Gunung Merapi. Kepala Dusun Glagah Feri Susanto saat ditemui Selasa (7/12) menyatakan akibat TPU berada di bibir Kali Putih yang diterjang lahar dingin, talud (penahan air) yang berada di bawah makam tergerus arus. Akibatnya, sebanyak enam mayat hilang, hanyut dibawa arus.
Keenam mayat itu adalah Bapak dan Ibu Yasari. Bapak dan Ibu Dullah, yang meninggal sekitar tahun 80-an dan Bapak dan Ibu Sabar Widodo yang meninggal tahun 2008 lalu. Pencarian jasad oleh warga sendiri sudah tidak memungkinkan karena banjir lahar masih terus terjadi sampai saat ini.
Ahli waris keenam makam itu rata-rata mengiklaskan hilangnya jasad keluarga mereka akibat banjir lahar dingin. “Pada dasarnya warga kami sudah pasrah dan ikhlas. Mau bagaimana lagi. Kalau dicari, mau dicari ke mana. Apalagi, banjir juga masih terus terjadi,” jelas Feri.
***
Aku menangis membacanya, sebagian besar berita itu tentang makam dan mayat yg menghilang dari TPU. Apakah yg aku alami itu adalah pertanda tentang peristiwa ini? Kenapa aku tak juga dapat menyadarinya?? Begitu bodohnya kah aku tak bisa membaca pertanda?? Hufttt…
Tuhan.. harus kemana lagi kami mencari jasad mereka. Kami hanya bisa bersabar dan mengikhlaskan atas semua yg telah terjadi. Karna kami yakin semua ini adalah KehendakMu. Dan Semoga engkau menempatkan mereka ditempatMu yg terbaik. Aamiin…
Kalian semua boleh mencari artikel-artikel yg sejenis seperti di atas. Karna aku hanya mengambil satu saja sebagai contoh. Dan dimanapun kalian menemukannya, artikel itu akan selalu memuat nama Bapak dan Ibu Yasari. Karna itu adalah nama kakek dan nenekku. :’(( Ya.. aku lah salah satu cucunya yg sangat menyayangi mereka. Walaupun dalam berita itu disebutkan meninggal tahun 80-an. Tapi sesungguhnya kakekku meninggal tahun 1999 saat aku kelas 6 SD. Dan nenekku meninggal beberapa tahun setelahnya. Merekalah sepasang kakek dan nenek yg baik hati, yg dulu sekali pernah membesarkan cucunya dalam masa-masa sulit. Aku bersyukur, karna ternyata makam adikku tak ikut hanyut diterjang banjir lahar dingin. Andai saja aku lebih dulu menyadarinya mungkin makam nenek dan kakek dapat di relokasi terlebih dahulu dan tidak hanyut diterjang banjir lahar. Lagi-lagi sedikit penyesalan diam-diam menyeruak dalam hati. Aku hanya tersenyum pahit menyadarinya.
Ku kirim cerita ini sambil mengusap airmataku yg jatuh berderaian. Masa lalu yg sedih kadang membuat kita menangis bila mengingatnya. Dan aku dengan segala keanehan ini berjalan hari demi hari, kadang aku berharap ini semua tak pernah terjadi. Banyak orang yg ingin menjadi sepertiku tapi tidak dilahirkan ke dunia seperti apa yg mereka harapkan. Sedangkan aku yg tidak mengharapkan sama sekali, justru memilikinya. Kadang ego di hati masih selalu ingin protes, tapi.. apapun itu aku akan tetap bersyukur dan bersahabat dengan keanehan ini. Karna dalam hidup ia juga ikut membentuk pribadiku.
Demikianlah kisah misteriku yg terakhir untuk kalian. Sepenggal kisah dari perjalanan hidupku. Semoga masih ada kesempatan untukku menulis lagi.
Sayup-sayup kembali terngiang di telingaku, akan perkataan adikku dua tahun yang lalu. ““Kakak… Hujan di luar sana. Apa itu airmata?””
Dan butir-butirnya kembali membanjiri sudut-sudut mataku.