JAKARTA - Sunat menyunat anggaran seperti sudah
biasa di ruang lingkup birokrat Indonesia. di Pemerintah Provinsi
(Pemprov) DKI Jakarta, honor penggali kubur pun ikut dikorupsi. Ya ampun...
Hal
ini terkuak dalam lanjutan sidang kasus korupsi honor penggali kubur di
Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jakarta Utara 2012. Anggaran sebesar Rp1,5
miliar yang didapatkan dari APBD bersifat swakelola dari DPA-SKPD tahun
2010 dan 2011 untuk Sudin Pemakaman Jakarta Utara.
Seharusnya
dengan anggaran sebesar itu, setiap tukang gali kubur akan mendapatkan
Rp300 ribu untuk menggali dan menutup lubang makam. Namun, mereka hanya
mendapatkan Rp200 ribu setelah dipotong Rp100 ribu oleh Sudin Pemakaman
Jakarta Utara. Bahkan, sebelum sampai ke tangan penggali kubur uang
tersebut dipotong kembali oleh Kepala TPU sebesar Rp20 ribu.
Mantan
Kepala TPU Semper, Ahmad Kosasih, mengakui adanya peyunatan uang honor
penggali kubur Rp100 ribu dari Sudin Pemakaman Jakarta Utara yang
seharusnya diterima enam penggali kubur di TPU Semper.
"Tukang
penggali kubur kita kasih tahu saja, dan mereka tidak protes. Kita cuma
bawahan, jadi mengikuti atasan saja. Di kuitansi honor tetap tercantum
Rp300 ribu, tapi yang diterima Rp 200 ribu," kata Kosasih, saat bersaksi
untuk Mantan Kasudin Pemakaman Jakarta Utara, Haeru Darojat, di
Pengadilan Tindak Pindana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa
(13/11/2012).
Menurut Kosasih, berdasarkan sepengetahuannya uang
sebesar Rp100 ribu yang disunat oleh Sudin Pemakaman Jakarta Utara
digunakan untuk operasional.
Bahkan, Kosasih juga mengakui dia
memotong honor tukang gali kubur sebesar Rp20 ribu sebelum diserahkan
kepada mandor yang digunakan untuk operasional TPU Semper.
"Tapi
saya kasihan sama tukang gali. Potongan itu dilakukan karena Sudin
Pemakaman enggak ada anggaran buat administrasi TPU Semper," imbuhnya.
Kosasih
menceritakan, pemotongan Rp100 ribu yang dilakukan Sudin Pemakaman
Jakarta Utara dikarenakan adanya restribusi yang belum dibayarkan TPU
Semper. Kata dia, selain itu ada juga restribusi tak resmi buat Sudin
Pemakaman Jakarta Utara di luar Rp100 ribu, yang diambil dari uang
operasional para koordinator.
"Kontribusi ke Sudin Pemakaman
Jakarta Utara harus diserahkan kepada Leo dan Sukoco. Meski kontribusi
itu tidak wajib tapi harus diserahkan, namun efeknya menciptakan
ketidakpuasan mitra TPU pada Januari 2012 di kantor Walikota Jakarta
Utara dan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara," tuturnya.
Untuk uang
Rp20 ribu yang di potong oleh Kepala TPU, Kosasih mengatakan uang itu
digunakan untuk uang kontribusi yang harus disetorkan satu minggu sekali
sebesar Rp500 ribu. Kasudin sendiri kemungkinan mendapatkan kontribusi
sebesar Rp300 ribu atau bahkan Rp500 ribu.
"Sumbernya dari uang
sisa retribusi dan potongan Rp20 ribu honor tukang gali kubur," ujar
pria yang saat ini menjabat Staf Prasarana di Sudin Jakarta Pusat.
Dalam
dakwaan JPU, Haeru yang saat ini menjabat Kasudin Pemakaman Jakarta
Barat pada periode 2010-2011, melalui Bendaharanya Jamaludin didakwa
telah menyunat honor tukang penggali kubur sebesar Rp610 juta.
Seharusnya tukang penggali kubur menerima Rp300 ribu tiap menggali dan
menutup lubang, namun mereka hanya menerima Rp200 ribu.
Haeru
yang juga saat kasus berlangsung sebagai pejabat kuasa pengguna anggaran
subsidi penggalian dan penutupan lubang makam, menyunat uang sebesar
Rp610 juta yang dikumpulkan Udin lalu dibagi dua atas perintah Haeru,
separuh pertama untuk operasional sehari-hari dan sisanya dibagi merata
kepada seluruh pegawai negeri sipil di Sudin Pemakaman secara
proporsional.
Akibat perbuatannya, Haeru dikenakan dakwaan
alternatif yakni Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat
(2), ayat (3), atau Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2),
ayat (3), atau Pasal 8 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), ayat
(3) UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
(teb)