Kata “jomblo” memang masih menyimpan friksi antara sebutan, istilah, atau bahkan ejekan. Tidak banyak orang yang nyaman dengan gelar “jomblo”, tapi tidak sedikit pula yang menyematkannya dengan bangga, apalagi buat yang genit dan suka nyari “pasangan cadangan”. Heuheuuu… tergantung selera ya ?.
Saya tidak ingin menguraikan apa itu jomblo, paling tidak dengan wawasan sederhanapun kita bisa memahami kalau jomblo itu “gelar kehormatan” untuk yang belum punya pasangan lawan jenis. Kok Gelar kehormatan ?, ya iya dong, masa iya saya menghinakan gelar yang menyemat pada diri saya sendiri ?, nggak layau…Heuhhh !!! (buang muka). Dan yang pasti “jomblo” adalah gelar kehinaan buat yang sudah punya pasangan lawan jenis tapi ngaku-ngaku single. Heuheuuu… ganjen !!!
Memerhatikan judul diatas, saya coba-coba mencari tahu dengan memeras inspirasi yang tersisa tentang sebab-musabab “kenapa masih jomblo ?” yang berada diluar kemampuan kita. Artinya kita sudah berusaha semaksimalkan mungkin untuk mencari pasangan dengan berbagai standar masing-masing, tapi masih tetap saja belum ada yang tertarik. Intinya, disini kita coba berbaik sangka terhadap eksistensi Yang Maha Kuasa dalam kehidupan kita sehingga kita tidak negative thinking yang kadang berujung pada keputusasaan.
Mungkin tidak kalau kita masih jomblo dikarenakan hal-hal sebagai berikut :
Allah Sedang Menyiapkan Pasangan Yang Sangat Baik
Setelah kita berusaha sebisa mungkin untuk mengejar-ngejar seorang perempuan atau lelaki yang sangat diidamkan ternyata hasilnya sia-sia alias kandas. (Gagal maning… gagal maning). Mungkin saja Allah punya kehendak lain, yaitu sudah menyiapkan sosok pasangan yang sangat baik untuk kita. Lha ko belum dikasih-kasih juga ?, Sabar sob… mari kita ngaca dulu. Kita perhatikan baik-baik diri kita dari ujung rambut sampai ujung kaki, telah lebih dalam lagi sifat-sifat kita, perilaku kita, kebaikan kita, dan lain sejenisnya. Maksudnya apa ?, Introspeksi.
Ingat, Allah sedang menyiapkan pasangan yang sangat baik. Jelas dong kita juga harus merubah diri menjadi orang yang baik juga. Kan udah jelas ;
Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga) (QS An Nur:26)
Jadi, kalau memang kandas melulu perjuangan kita coba deh sob kita sama-sama berpikir kesitu. Berpikir positif dengan membayangkan salah satu kuasa Allah SWT yang “kun fayakun”. Meskipun sampai akhir hayat kita hal tersebut tidak terwujud, paling tidak kita mendapatkan buah yang positif antara lain :
- Tidak berputus asa
- Meningkatkan kualitas diri
- Semakin dekat dengan Allah SWT
- Tidak berpikir negatif
- Dan karena terus berusaha mendekatkan diri sama Allah, Insya Allah bidadari syurga yang mendampinginya (Amin)
Kita Belum Mampu Mencintai Secara Adil
Pernah tidak, disaat sobat sedang sakit sosok yang paling sering hadir dalam benak pikiran sobat adalah kekasih sobat ?. Atau disaat sobat berulang tahun ucapkan yang paling dinantikan adalah kekasih sobat ?. Atau juga yang lebih kontras lagi sobat selalu punya waktu teleponan sama kekasih sobat, tapi selalu ada alasan ketika adik kita minta diajari dalam mengerjakan PR ?. Itulah salah satu gambaran bahwa kita belum mampu mencintai secara adil. Kenapa yang ada didalam hati dan pikiran kita adalah kekasih kita terus ?, bukan ayah, ibu, kakak, ataupun adik.
Tidak jarang seseorang yang dikecewakan oleh kekasihnya beranggapan “tidak ada yang peduli sama gue !”. Dia lupa kalau pada saudara dan keluargalah dia membahasakan cinta di awal waktu. Anggaplah, kalau sampai saat ini kita belum mendapatkan pasangan mungkin Allah sedang memberikan kita suatu proses untuk belajar proporsional dalam mencintai. Bukan 100 % cinta kita untuk dibagi-bagi, tapi setiap yang harus kita cintai maka masing-masing dicintai dengan 100 % dengan penempatan yang berbeda. Yaitu, cintailah Allah dengan 100 %, cintailah Rasulullah dengan 100%, cintailah orang tua kita dengan 100 %, cintai keluarga kita dengan 100 %, dan lain sebagainya.
Disini sebetulnya ada letak betapa sayangnya Allah terhadap kita, Allah menjaga kita dari sifat penyekutuan yang secara kita sadari ataupun tidak kita sadarai. Allah melindungi kita supaya tidak menjadi anak yang durhaka. Disini kita diberi kesempatan untuk belajar mencintai secara proporsional, sampai pada waktunya Allah memberi kita pasangan untuk dicintai sebagaimana mestinya dengan tidak melampaui batas kewajaran, tidak membutakan hati, dan tidak membebalkan pikiran.
Ada Tanggung Jawab Lain Yang Harus Diselesaikan Dahulu
Disini saya mencontohkan sederhana saja. Saya punya dua adik perempuan, kelas 1 SMP dan kelas 4 SD. Bapak saya sudah almarhum. Kedua kakak saya sudah berumah tangga, begitu juga dengan adik pertama saya. Ketika Allah belum mempercayakan satu sosok perempuan untuk menjadi pendamping hidup saya, mungkin disitu Allah mengamantkan saya supaya menunaikan satu tanggung jawab, yaitu membantu ibu mengurusi atau menyekolahkan kedua adik saya.
Saya mungkin tidak akan bisa memberikan perhatian lebih kepada dua adik perempuan saya seandainya saya sudah mempunyai pasangan. Sejatinya, anak perempuan perlu perhatian lebih ekstra demi kehormatan diri dan keluarganya. Dan kedua kakak sayapun tidak mungkin bisa memberikan perhatian lebih untuk dua adik kami tersebut, karena kedua kakak saya sudah mempunyai tanggung jawab lain terhadap keluarga kecilnya.
Mungkin saja, seandainya tanggung jawab tersebut sudah tertuntaskan barulah Allah akan memberikan pasangan hidup, sehingga kita bisa berumah tangga lebih tenang dan tenteram.
Penutup
Sobat, apa yang saya uraikan diatas bukanlah ramalan yang penuh pengandai-andaian. Rangkaian tulisan diatas adalah satu gambaran logis yang sangat mungkin tentang kekuasaan Allah terhadap diri kita, khusunya mengenai hidup berpasang-pasangan. Tulisan ini mendeskripsikan dimana ada kekuasaan lain yang merupakan gambaran nyata bahwa “jodoh itu ditangan Tuhan”. Saya memang tidak dapat menjamin kalau tiga hal diatas itu benar adanya, tapi saya hanya ingin bertanya “Mungkin tidak, salah satu kemungkinan penyebab kita (hah…kita ??? ) masih jomblo dilatar belakangi oleh hal-hal tersebut, padahal kita sudah berusaha sebisa mungkin untuk mendapatkan pasangan hidup ?”. Kalau jawabannya mungkin, berarti masih ada alasan bagi kita untuk terus bersabar dan memperbaiki diri. Demikian, semoga bermanfaat.